Sabtu, 29 Agustus 2015

Pangandaran Esek Esek


Semua orang mungkin bersedih dengan bencana tsunami di Pangandaran ini. Tetapi, bagi Iwan (24), musibah ini memberi berkah bagi dirinya dan seluruh warga Desa Bulak Laut. "Tempat prostitusi di Pangandaran otomatis ludes habis. Ini hikmahnya," tegas Iwan saat ditemui Bali Post di reruntuhan kafe-kafe di sepanjang pantai Pangandaran, Rabu (19/7/06).
Objek wisata Pangandaran memang aduhai bagi wisatawan, domestik dan luar negeri. Tidak hanya alam pantai, Pangandaran juga menyediakan wisata goa, cagar budaya, dan pasir putihnya. Daya tarik Pangandaran belakangan berkembang pesat setelah muncul lokalisasi prostitusi "Warset" dan "Blok M".
Warset itu singkatan dari warung setan. Warga setempat menyebutnya sebagai tempat bermukimnya wanita-wanita nakal penjual tubuh. Begitu juga "Blok M." Entah mengapa disebut Blok M-mengambil tempat pusat perbelanjaan trekenal di Jakarta. Konon, wanita-wanita asusila itu memang berdatangan dari berbagai daerah di Jawa, seperti Tasikmalaya, Banjarsari, Bandung, dan Jakarta. 
Iwan, warga desa setempat yang sejak kecil bermukim di Desa Bulak Laut mengaku awalnya di pesisir barat pantai ini hingga ke Desa Pamugaran adalah kebun kopi dan kebun kelapa. Lambat laun, wanita-wanita haus uang itu datang dan mangkal di sana. Lalu, berdiri kafe-kafe semipermanen yang menyediakan bir dan bilik-bilik kamar. 
"Tahun 2005, jumlah kafe ini sudah mencapai seribuan. Satu kafe bisa menyediakan lima sampai 9 bilik kamar," kata dia. 
Akhirnya, Pangandaran pun menjadi tempat prostitusi yang sangat masyhur di wailayah ini. Dibandingkan dengan Kuta, keindahan pantai Pangandaran tidak seberapa. Tetapi, daya tarik prostitusi inilah yang justru tumbuh pesat.
Saat tsunami terjadi, Iwan mengisahkan banyak sekali wanita-wanita yang sedang berhubungan lari tunggang langgang meninggalkan kafe. "Mereka naik motor hanya dengan pakai celana dalam dan BH. Satu motor dinaiki berempat," kata dia, sambil tertawa. 
Syarifuddin (50) warga Desa Gading Rejo-terletak di belakang tempat prostitusi--membenarkan cerita Iwan. Katanya, lokasi 'Blok M' ini memang tempat prostitusi yang besar. "Sudah beberapa kali diberantas, tetapi malah menjamur," kata dia. Karena becking oknum aparatnya sangat kuat, lokalisasi ini sulit sekali dihilangkan. "Oknum aparat juga sering 'main' di sini," ujarnya.
Seorang tukang becak mengaku suka mengantar "tamu" ke sini. "Harganya beragam, Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Ada cewek SMP dan SMA-nya. Yanti, siswi SMK, setelah dinodai gurunya juga terjun ke tempat ini," tuturnya. Yanti primadona "Blok M."
Kini, tak satu pun bangunan kafe berdiri. Seluruh tempat maksiat itu rata dengan pasir. Semua tempat yang terkenal sebagai wisata esek-esek juga jebol. Warga berharap, Pemda segera menghilangkan seluruh bisnis mesum ini dan tidak melindunginya lagi. "Agar tsunami tidak datang lagi," harap Iwan. (heru b. arifin)

sumber ; Blogger  ;Heru Bahtiar, july, 25,2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar